Viral Kabar Potensi Gempa dan Tsunami di Selatan Jawa Capai 8,8 Magnitudo, Para Ahli Sebut Kejadian Bisa Diperkirakan

Minggu, 21 Juli 2019 | 15:21
Pexels

Ilustrasi gempa dan tsunami

Sosok.ID– Akhir-akhir ini viral di media sosial tentang adanya informasi potensi tsunami di selatan Jawa yang meresahkan warga.

Kabar yang terus menjadi viral tersebut didasarkan pada hasil kajian tsunami yang dipaparkan leh BPPT dalam agenda Table Top Excersice (TTX).

Berdasarkan kajian tersebut, wilayah selatan Jawa-Bali memiliki potensi terjadi gempa Megathrust.

Apabila benar-benar terjadi, potensinya mencapai magnitudo 8,8.

Gempa megathrust adalah gempa besar yang bersumber dari aktivitas tektonik zona subduksi.

Baca Juga: Viral Isu Gempa dan Tsunami Bakal Landa Selatan Jawa, BMKG Angkat Bicara: Jujur Mengakui, Wilayah Kita Memang Rawan

Bila gempa megathrust itu benar-benar seperti yang diperkirakan, maka bisa menyebabkan gelombang tsunami setinggi 20 meter.

Sebetulnya, bagaimana perhitungan potensi tsunami dilakukan oleh para ahli?

Bisa dipercaya atau tidak?

Kompas.com menghubungi Eko Yulianto yang merupakan pelacak jejak tsunami purba dari Pusat Penelitian Geoteknologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk mendapatkan jawabannya via telepon pada Sabtu (20/7/2019).

Baca Juga: Gempa Berkekuatan 5.3 Skala Richter di Dekat Ibu Kota Yunani Athena, Kerugian Capai Rp 56 miliar

Dia menjelaskan bahwa para peneliti sebetulnya selalu ingin menemukan suatu cara untuk mengetahui ketinggian tsunami dari bukti yang ditemukan.

Mereka pun menggunakan segala cara, mulai dari eksperimen, teori dan pemodelan.

Untuk pemodelan, ada dua jenis yakni backward modelling dan forward modelling.

Backward modelling atau permodelan mundur adalah menentukan karakter tsunami dari data hasil yang ada.

Contohnya adalah mencari tahu korelasi antara ketebalan endapan tsunami dengan tinggi tsunami.

Sayangnya hingga saat ini, para peneliti belum bisa menemukan formulasinya karena secara umum saja, tebal-tipisnya endapan tsunami tergantung pada ketersediaan materi di laut maupun pantai yang bisa dibawa dan diendapkan di darat.

Dengan demikian kalaupun magnitudo atau ketinggian gelombang tsunaminya sama, hasil endapannya bisa berubah-ubah.

Baca Juga: Budayawan Bali Sebut Gempa yang Menimpa Pulau Dewata Pertanda Baik : Bukan Azab Tapi Pertanda Turunnya Kemakmuran

Sebaliknya, forward modelling atau permodelan maju adalah ketika para peneliti memperkirakan berapa ketinggian tsunami yang bisa dipicu oleh suatu potensi gempa.

Dengan kata lain, pemodelan ini didasarkan pada karakteristik sumber utamanya untuk menentukan besaran tsunaminya.

“Itu juga bisa dilakukan, meskipun akurasinya juga tergantung pada banyak faktor, misalnya ketersediaan data batimetri (kedalaman laut) dan topografi (bentuk permukaan Bumi) akurat yang keduanya tidak kita miliki,” ujar Eko.

Eko menuturkan bahwa peta topografi yang paling detail di Indonesia skalanya baru 1:25.000 dan itu pun hanya melingkupi wilayah Jawa.

Baca Juga: Cemburu Buta Gara-gara Tak Sudi Dipoligami, Seorang Istri Tega Siram Suaminya dengan Air Mendidih Hingga Tewas dengan Tubuh Melepuh

Di luar wilayah Jawa, skalanya lebih tidak detail.

Alhasil, pemodelan di Indonesia biasanya hanya menggunakan data umum, seperti data batimetri dan topografi yang skalanya tidak cukup detail untuk memenuhi syarat untuk mengetahui hasil yang akurat dari forward modelling.

Meski demikian, bukan berarti hasil forward modelling dari data yang ada tidak berguna.

Hasil ini masih bisa digunakan upaya-upaya mitigasi dan pengurangan risiko bencana.

(Shierine Wangsa Wibawa)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul:"Viral Potensi Tsunami Selatan Jawa, Bagaimana Para Ahli Menentukannya?"

(*)

Editor : Tata Lugas Nastiti

Sumber : Kompas.com

Baca Lainnya