Kisah Tatang Koswara Sniper Legendaris TNI, Seorang Diri Tewaskan 80 Musuh

Kamis, 04 Juli 2019 | 11:35
Tribun Lampung

Tatang Koswara, Sniper legendaris Indonesia

Sosok.id- Istilah sniper atau penembak runduk diketahui telah muncul sejak tahun 1770-an.

Mengutip Wikipedia, sniper berasal dari katasnipe, yaitu sejenis burung yang sangat sulit untuk didekati atau ditembak.

Di Indonesia, ada seorang sniper yang bernama Tatang Koswara yang masuk dalam jajaran sniper terbaik dunia, seperti tercantum dalam bukuSniper Training, Techniques and Weapons.

Dalam buku tersebut, Tatang Koswara masuk dalam daftar 14 besar Sniper's Roll of Honourdi dunia.

DilansirGridHot.IDdariKompas.com, selama di dunia militer, Tatang memang mendapat sorotan dari atasannya.

Pengalamannya hidup di kampung membuat pelajaran militer menjadi hal yang tak sulit baginya, baik dalam hal fisik, berenang, maupun menembak.

Hingga tahun 1974-1975, Tatang bersama tujuh rekannya terpilih masuk programMobile Training Teams(MTT) yang dipimpin pelatih dari Green Berets Amerika Serikat, Kapten Conway.

"Tahun itu, Indonesia belum memiliki antiteror dan sniper. Muncullah ide dari perwira TNI untuk melatih jagoan tembak dari empat kesatuan, yakni Kopassus (AD), Marinir (AL), Paskhas (AU), dan Brimob (Polri). Namun, sebagai langkah awal, akhirnya hanya diikuti TNI AD,"ujar Tatang.

Padapraktiknya, Kopassus pun kesulitan memenuhi kuota yang ada. Setelah seleksi fisik dan kemampuan, dari kebutuhan 60 orang, Kopassus hanya mampu memenuhi 50 kursi.

Untuk memenuhi kekosongan 10 kursi, Tatang dan tujuh temannya dilibatkan menjadi peserta.

Tatang dan 59 anggota TNI AD dilatih Kapten Conway sekitar dua tahun.

Mereka dilatih menembak jitu pada jarak 300, 600, dan 900 meter. Tak hanya itu, mereka juga dilatih bertempur melawan penyusup, sniper, kamuflase, melacak jejak, dan menghilangkannya.

Dari dua tahun masa pelatihan, hanya 17 dari 60 orang yang lulus dan mendapat senjata Winchester model 70.

Rupanya senjata dan ilmu yang diperoleh dari pasukan elite Amerika Serikat ini membantu Tatang dalam pertempuran.

Sebab, setelah itu, Tatang ditarik Kolonel Edi Sudrajat, Komandan Pusat Pendidikan Infanteri (Pusdiktif) Cimahi, menjadi pengawal pribadi sekaligus sniper saat terjun ke medan perang di Timor Timur (1977-1978).

Ada dua tugas rahasia yang disematkan pada dua sniper saat itu (Tatang dan Ginting).

Pertama, melumpuhkan empat kekuatan musuh, yaitu sniper, komandan, pemegang radio, dan anggota pembawa senjata otomatis. Kedua, menjadi intelijen.

Intinya masuk ke jantung pertahanan, melihat kondisi medan, dan melaporkannya ke atasan yang menyusun strategi perang.

Kompas.com/Reni Susanti
Kompas.com/Reni Susanti

Tatang Koswara

"Lawan kita itu Pasukan Fretilin yang tahu persis medan di Timtim. Mereka pun punya kemampuan gerilya yang hebat, makanya Indonesia menurunkan sniper untuk mengurangi jumlah korban," ujarnya.

Pernah suatu waktu, Tatang yang ditugaskan masuk ke jantung pertahanan lawan, tanpa disadari, berada di tengah kepungan lawan.

Ada 30 orang bersenjata lengkap di sekelilingnya.

Tatang terperangkap dan tak bisa bergerak sama sekali.

Dalam pikirannya hanya ada satu bayangan, kematian. Namun, sebelum mati, ia harus membunuh komandannya terlebih dahulu.

"Posisi komandannya sudah saya kunci dari pukul 10.00 WIB. Tapi, saya juga ingin selamat, makanya saya menunggu saat yang tepat. Hingga pukul 17.00 WIB, komandan itu pergi ke bawah dan saya tembak kepalanya," tuturnya.

Di bawah jumlah pasukan tak kalah banyak, Tatang dihujani peluru dan ia terkena dua pantulan peluru yang sebelumnya mengenai pohon.

"Darah mengalir deras hingga sudah sangat lengket. Tapi, saya tidak bergerak karena itu akan memicu lawan menembakkan senjatanya," ucapnya.

Tatang baru bisa bergerak malam hari. Ia mencoba mengikatkan tali bambu di kakinya.

Dengan bantuan gunting kuku, dia mencongkel dua peluru yang bersarang di betisnya. Namun, darah tak juga berhenti mengalir.

Ia pun melepas syal merah putih tempat menyimpan foto keluarga. Sambil berdoa, ia mengikatkan syal tersebut di kakinya.

"Saya memiliki prinsip, hidup mati bersama keluarga, minimal foto keluarga. Saya pun berdoa diberi keselamatan agar bisa melihat anak keempat saya yang masih dalam kandungan, lalu mengikatkan syal merah putih. Ternyata, darah berhenti mengalir. Merah putih menjadi penolong saya," ungkapnya.

Selama empat kali masuk ke medan perang, Tatang mengatakan, pelurunya telah membunuh 80 orang.

Bahkan, dalam aksi pertamanya, dari 50 peluru, 49 peluru berhasil menghujam musuh.

Satu peluru sengaja disisakannya. Ini untuk memenuhi prinsip seorang sniper yang pantang menyerah.

Sebagai seorang sniper, dalam keadaan terdesak, dia akan membunuh dirinya sendiri dengan satu peluru tersebut. (Siti Nur Qasanah/Gridhot)

Editor : Yoyok Prima Maulana