Sosok.ID - Sebuah rekaman video viral di jagat media.
Video itu menunjukkan seorang ibu melayangkan protes kepada pihak kepolisian yang menembak kaki anaknya.
Dalam video protesnya, wanita paruh baya itu mengaku bernama Shinta Rumata Simanjuntak, warga Medan.
"Selamat sore bapak ibu saudara-saudara, masyarakat Indonesia," ucapnya mengawali, dikutip Sosok.ID dari youTube Tribun Medan, Jumat (15/5).
Baca Juga: 16 Kali Operasi Pengangkatan Silikon, Penampilan Mpok Atiek Berubah 180 Derajat
"Saya Shinta Rumata Simanjuntak bertempat tinggal di Medan. Ingin menyampaikan keluh kesah saya, bahwa pada tanggal 23 April 2020 yang lalu, Polisi Helvetia telah menembaki dua orang anak saya," lanjutnya.
Shinta menceritakan kronologi penembakan dua anaknya, Fernando dan Daniel Sinurat, berdasarkan dari penuturan rekan anaknya.
Menurut Shinta, dua anaknya tak melakukan perlawan, namun aparat tetap menembaknya.
"Pada kaki kiri dan kanannya, menurut cerita temannya, pada waktu itu, anak saya Fernando dan Daniel Sinurat tidak ada melakukan perlawanan.
"Tangan mereka sudah diborgol keduanya dan mata mereka sudah ditutup dengan lakban dan dibawa dengan mobil.
"Dan di suatu tempat seperti rawa-rawa mereka diturunkan, mereka disuruh telungkup. Setelah telungkup, kepala mereka diinjak dan kemudian ditembak," jelas Shinta.
Menurutnya, usai diturunkan ke rawa-rawa, dua anaknya dibawa ke Rumah Sakit Bhayangkara untuk diberi perawatan.
Mereka lantas ditahan di Polsek Helvetia Medan setelahnya.
Namun hal yang membuatnya kecewa yakni sebab dirinya tak diizinkan untuk bertemu sang anak.
Ia bahkan menganggap polisi memperlakukan dua anaknya seperti tersangka teroris dan pengedar narkoba.
Shinta menganggap sang anak tak melakukan kejahatan sebesar itu dan tidak berhak diperlakukan demikian.
"Sampai 12 hari anak saya ditahan, saya tidak dibenarkan menjenguknya, saya menjadi heran.
"Jikalau anak saya dituduhkan melakukan kesalahan sebagaimana surat pengangkapan tanggal 25 April 2020 yaitu dipasalkan 170 ayat 2 sementara penangkapan dan penembakan terjadi pada 23 April 2020.
"Apakah pasal 170 itu begitu mengerikan sehingga kedua anak saya dilakukan seperti teroris, seperti pengedar narkoba atau seperti penjahat yang sekelas dengan itu," ungkapnya.
Tak berhenti disitu, ia juga meminta bantuan Presiden Jokowi, Menkumham, juga pihak kepolisian untuk melindungi anaknya.
"Oleh karena itu, saya memohon perhatian, perlindungan kepada bapak-bapak Kapolrestabes Medan, Kabid Propam Sumut, dan Kapolda Sumut dan bapak Menkunham untuk boleh menolong saya.
"Dan mengambil tindakan sesuai hukum kepada oknum polisi-polisi Helvetia Medan yang telah melaukan tindakan biadab kepada anak saya," katanya.
Dalam unggahannya, ia mengaku sebagai seorang ibu tunggal yang telah ditinggalkan oleh sang suami.
Hal itu membuatnya harus mengurus anak-anaknya seorang diri.
"Setelah mereka tertembak saya juga tidak dibenarkan membesuknya saya tidak tahu kondisi kedua kaki anak saya yang mungkin sudah hampir membusuk," tuturnya.
Baca Juga: Humas BPJS Kesehatan Mengenai Kenaikan Iuran : Ini Merupakan Salah Satu Wujud Gotong Royong
"Oleh karenanya mohon diviralkan kepada bapak Jokowi untuk boleh mendapat pertolongan dan keadilan anak saya yang sudah dizolimi," tandasnya.
Menanggapi hal itu, Kapolrestabes Medan Kombes Pol Jhonny Edison mengungkapkan identitas berbahaya kedua anak Shinta.
Rupanya, Fernando Imanuel Sinurat dan adiknya Daniel MT Sinurat merupakan ketua Geng Motor Ezto.
Keduanya terlibat dalam pengeroyokan remaja usia 16 tahun bernama Rico Lumbanraja pada 23 Maret 2019 silam.
Sementara dua pentolan geng itu ditangkap pihak kepolisian pada 24 April 2020.
Mengutip Tribun Medan, Isir menegaskan, kondisi dua tersangka baik-baik saja usai diberikan tindakan tegas terukur berupa penembakan.
Ia juga membandingkan dengan kondisi korban, yang hingga kini tidak dapat berjalan normal akibat ulah dua anak Shinta.
"Ini adalah gambaran aksi kelompok Geng Motor yang diketuai Fernando Sinurat alias Nando. Proses penangkapan seperti biasa kita lakukan tindakan tegas, keras dan terukur kepada para tersangka," katanya.
"Setelah dilakukan tindakan tegas, keras dan terukur para tersangka saat ini sudah diobati. Coba lihat kondisinya, bisa jalan ditempatkan. Berbeda dari kondisi adik kita, Rico Lumbanraja," tegasnya.
Ia menegaskan kepada para orang tua untuk memantau agar anaknya tidak masuk dalam geng motor.
Terlebih keberadaan geng-geng itu telah menyebabkan kepanikan masyarakat, juga memakan korban seperti Rico.
"Komitmen tetap kami akan tegas, tidak ada ampun kepada kelompok geng motor di wilayah hukum Polrestabes Medan," jelasnya.
Menurut Isir, kondisi korban Rico sudah tidak bisa hidup normal dan tak bisa melanjutkan sekolahnya di SMA Santo Thomas 3 Medan.
Rico hingga kini masih menjalani pemulihan di rumah kerabatnya di Pekan Baru.
"Jari tidak bisa lurus lagi, jari korban patah. Korban berjalan tidak bisa normal, karena kakinya harus digeser dan harus dipapah. Korban kondisi seperti ini tidak bisa meneruskan sekolah, dan berhenti melanjutkan studynya," ungkap Isir.
Mirisnya, selama satu tahun menjalani pengobatan, telah menghabiskan biaya sebanyak Rp 600 juta, yang seluruhnya ditanggung keluarga korban. (*)